PS:
Tulisan ini didedikasikan untuk #CintaSelamanik yang digagas oleh
Paguyuban Kakang Mbekayu Duta Wisata Kabupaten Banjarnegara.
Siapa yang tidak suka dengan pesona alam
yang indah, kicauan burung yang saling bersautan, gemercik air sungai
yang menentramkan, juga gemerisik dedaunan yang ditiup angin. Semuanya
begitu alami, begitu asri. Terakhir kali saya menjejakkan kaki ke tempat
ini untuk menikmati adalah… Entahlah, mungkin belum pernah. Selamanik,
namanya. Nama aslinya adalah Taman Rekreasi Marga Satwa Serulingmas,
namun masyarakat daerah saya, Banjarnegara, lebih sering menyebutnya
Selamanik, karena di dalamnya terdapat Makam Ki Ageng Selamanik.
Waktu kecil, cinta saya akan tempat ini
begitu sederhana. Begitu masuk gerbang Selamanik, sambutan datang begitu
gemuruh, suara-suara hewan bersautan seakan gembira menyambut
kedatangan saya. Jalanan turun yang ada begitu masuk, selalu saya
manfaatkan untuk berlari kencang untuk merasakan wajah dan rambut saya
yang ditiup angin bak model iklan shampoo. Saya suka berjalan di
setapak buatan yang menghubungkan kandang satu dengan yang lain,
terutama kandang macan dan harimau yang letaknya bersisian. Mengintai
tingkah laku burung merak dan menantinya melebarkan sayapnya yang indah
itu menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Atau sengaja membeli kacang
kulit lalu takut-takut memberikannya pada monyet-monyet yang
bergelantungan di kandang. Kemudian duduk di sela pohon beringin besar
yang bersisian untuk beristirahat. Rimbunnya pohon membuat saya tak
takut hitam, walaupun aslinya sudah demikian, hehe. Sampai saya duduk di
bangku SD, saya memang jarang mengunjungi kebun binatangnya, yang
paling sering adalah berenang di area kolam renangnya. SDN 4 Krandegan,
tempat saya bersekolah saat itu, mewajibkan adanya olahraga renang, yang
saat itu satu-satunya kolam renang yang ada hanyalah di Selamanik. Kami
selalu bersemangat sebelum berenang, jalannya yang cenderung turun
begitu menyenangkan dan memacu kami untuk cepet-cepetan sampai di kolam dan manjlub.
Dulu, sempat beredar isu kalau kita menyelam dengan mata terbuka nanti
bisa melihat buaya putih atau ular yang besarrr sekali. Hahaha, tenang
itu hanya mitos. Ritual pipis di kolam renang juga pernah, hehehe, siapa
coba yang belum pernah, hayo ngaku? Tapi hal paling menyebalkan adalah
saat harus bilas dan pulang. Pokoknya harus yang paling cepat, jika
tidak, katanya di kamar mandi akan ditemani sama mbah Selamanik. Hiiy.
Hahahaha, lagi-lagi itu hanya mitos, dimana anak kecil sangat percaya
padanya.
Menjelang remaja, tidak pernah lagi saya
bersentuhan dengan objek wisata itu. Yang ada di pikiran saya saat
mendengar kata ‘Selamanik’ adalah “Ciyus Selamanik? Miapah? Ada apanyaa?
(dengan raut meremehkan, hehe)”. Saat saya SMP-SMA banyak sekali event
yang diadakan di Selamanik, terutama parade band maupun acara anak muda
lainnya. Sesekali memang terpaksa datang kesana, karena saat itu saya
masih jadi anak band yang gahoolls geelaaa~ Hahahaha. Namun di luar itu, anak muda mana yang tidak menertawakan keberadaan Selamanik, termasuk saya.

Kesadaran saya mulai muncul pada titik
balik saat saya mulai rajin mengamati objek wisata yang ada di
Banjarnegara, karena tuntutan profesi kenegaraan *halah* pada
saat itu. Beberapa kali saya mengamati pola dan tingkah laku masyarakat
yang hubungannya dengan kunjungannya ke Selamanik. Beberapa kali
diadakan event besar berupa konser dangdut dengan artis ibukota, yang diadakan H+2 lebaran. Event
ini menarik pengunjung dari masyarakat ‘papan atas’ alias masyarakat
yang berada di dataran tinggi Banjarnegara, seperti Karangkobar, Batur,
Kalibening, dan sebagainya. Sejujurnya, konser dangdut ini menurut saya
sangat tidak mendidik, dengan penyanyi yang berpenampilan tidak senonoh
padahal yang datang cenderung keluarga bersama anak-anak kecil. Namun
saya berpikir, ‘Oh, mungkin dengan ini bisa menarik banyak pengunjung’.
Sungguh pikiran yang dangkal dan bodoh, namun benar, bukan?
Sungguh, keprihatinan ini makin dalam
saat mendengar kabar bahwa satu gajah betina di Selamanik bernama Dona
meninggal dunia karena tersengat arus listrik L. Beberapa waktu lalu
saya mendengar penjelasan dari Pak Yunus, Kabid Selamanik, bahwa
sekarang gajah jantannya terpaksa dirantai cukup pendek jaraknya, karena
sering mengamuk akibat kesendiriannya. Manusia saja bila kesepian
seakan tidak sanggup menghadapi beban hidup. Iya, bukan? Semoga gajah
betina yang lain dapat segera didatangkan agar bisa menemaninya.
Beberapa kandang monyet dan simpanse juga sudah berkarat dan
membahayakan. Rasanya ingin ikut menangis saat melihat raut rusa yang
seakan merintih pedih.

Berbagai pikiran negatif muncul apabila
membicarakan tentang Selamanik. Berkali kita menyalahkan pengelolanya,
menyesalkan tidak adanya perawatan dan pengembangan terhadap Selamanik.
Tapi apa kalian tahu, arus kedatangan pengunjung sangat berimbas pada
pengembangan objek tersebut. Maaf kalau disini saya membahas tentang
keuangan ya. Kuota input dana yang didapatkan Selamanik ini diberikan
kepada pemerintah daerah untuk kebijakan pembangunan daerah yang lain,
untuk membangun jalan, gedung, dan fasilitas publik, untuk kalian juga.
Nah, jika dana yang didapat lebih dari kuota maka lebihnya itu bisa
digunakan untuk pengembangan Selamanik itu sendiri. Jadi mengapa
menyalahkan pengelola? Mengapa menyalahkan pemerintah? Kalau sebenarnya,
yang perlu disalahkan adalah kita semua. Kenapa kita tidak menyempatkan
diri datang kesana dan membayar tiket yang tidak seberapa harganya itu?
Kenapa kita selalu memaki dan tertawa saat ada yang menyebut kata
‘Selamanik’, padahal jalan yang kita lewati juga berasal dari
‘penjualan’ Selamanik?
Tahukah kamu, bahwa saat ini di kolam
renang Selamanik ada waterboom-nya? Tahukah kamu, bahwa saat ini atap
panggung hiburannya sudah rapih dan terlihat indah? Tahukah kamu, bahwa
macan putih yang ada di Selamanik begitu cantik memikat? Tahukah kamu,
bahwa dengan kedatanganmu kesana bisa membantu menyelamatkan satwa yang
ada disana dan mengembangkan Selamanik?
Tidak, kamu tidak akan pernah tahu
sebelum kamu datang kesana. Cintai Selamanikmu, cintai Selamanik kita.
Ayo datang lagi ke Selamanik!
Aninda Kurnia Dewayanti
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Gajah Mada
No comments:
Post a Comment