Tuesday, July 1, 2014

Teman Lama yang Baru.

 Ribuan kata seharusnya saya tulis di selembar kertas kerja Ms. Word, namun kini entah kenapa saya malah mengunjungi laman blog yang sudah berdebu, membersihkan sarang laba-laba di langit-langitnya, dan mencoret lagi catatan kebersyukuran di dindingnya.
"Esai ini berusaha menjelaskan bagaimana para pelaku film bersikap terhadap kondisi yang dilahirkan globalisasi melalui prespektif transformasionalis. Meningat tidak banyaknya penikmat film pendek secara khusus, penulis sempat melakukan penelitian singkat dengan metode wawancara langsung dan melalui surat elektronik kepada 15 orang pelaku film pendek untuk memperoleh data, khususnya mereka yang pernah terlibat di Festival Film Solo (FFS) 2014, 7-10 Mei yang lalu. Narasumber pada wawancara ini terdiri dari pembuat film pendek, penonton dan penikmat film pendek, serta pengkaji dan kritikus film pendek yang pernah terlibat pada acara tersebut. Hal ini mengacu pada empat topic besar, yaitu (1) tujuan dan manfaat film pendek, (2) pemanfaatan teknologi, (3) perolehan referensi, dan (4) penyaluran ide dalam film pendek. Kemudian dengan menggambarkannya melalui studi kasus FFS, penulis mencoba menjelaskan hasil dari penelitian singkat tersebut, dan menilai sikap para pelaku film pendek tersebut menggunakan prespektif transormasionalis yang ada dalam perdebatan globalisasi."
Ya, itu salah satu isi esai yang  saya buat beberapa hari terakhir dan akhirnya selesai beberapa menit yang lalu. Tunggu dulu, esai lain yang berisi 2.500 kata masih menunggu. Namun, bukan itu yang ingin saya tunjukkan. Ada hal yang menurut saya menarik untuk dibahas lebih lanjut dan disyukuri keberadaannya.

Seminggu yang lalu, saya mengalami kegalauan yang dalam karena belum memperoleh ide topik untuk esai mata kuliah Globalisasi. Jumat (27/6) lalu, saya mendapatkan pencerahan untuk mengangkat topik mengenai film pendek. Saat itu juga saya mencoba menghubungi teman-teman 'baru' saya melalui surel, WhatsApp, Twitter, dan SMS. 
Siapakah mereka yang saya hubungi? Seperti yang ada pada esai itu, saya menghubungi pelaku film: pembuat, penonton, dan pengkaji film. Pelaku film itu kebanyakan saya kenal pada saat ada di Festival Film Solo, Mei lalu. Siapakah mereka di mata orang? Mereka adalah mahasiswa, kontributor majalah, kritikus film, penulis surat kabar, editor media, pengamat film, fotografer, pekerja sosial, dan sutradara murni. Mereka terlibat dalam perhelatan FFS, baik menjadi penonton, penyaji, maupun eksibitor. 
Siapakah mereka bagi saya? Mereka adalah orang-orang yang baru saya kenal, belum ada enam bulan, dan saya merasa nyaman dan menganggap mereka sudah dekat dengan saya selayaknya teman awal kuliah. 
Siapakah saya? Entahlah mereka menganggap saya siapa, yang jelas kebanyakan dari mereka langsung membalas surel saya malam itu juga atau esok harinya. Mereka membalas pertanyaan-pertanyaan yang panjang dan berat itu. Iya, mereka menghabiskan waktu di depan gadget-nya dan meluangkan waktu untuk berbincang dengan saya, untuk suatu hal yang sangat tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka, yaitu tugas akademik saya. 
Jadi, siapa saya di mata mereka? Mungkin saja hanya orang yang numpang buang air kecil, atau justru menjadi tamu di tengah kesibukan mereka.

Yang jelas, detik itu saya terharu dengan jawaban-jawaban menakjubkan yang hadir di setiap pesan masuk dalam kotak pesan surel saya. Sapaan-sapaan yang intim dan hangat membuat saya merasa bersyukur mengenal orang seperti mereka.
"...mungkin itu sedikit omongan orang yang sudah ngantuk dan jenuh dengan hatinya yang sendiri, tapi semoga igauwanku ini bisa sedikit membantu dalam menyelesaikan tugasmu, Bunda. Selamat Pagi :)" - A.J.
"Selamat pagi Ninda yang ternyata lebih muda dari saya...." - A.R.S.
"Halo Ninda... Sudah lama tidak jumpa... Pertanyaan-pertanyaanmu ini lumayan bikin pusing ya. hehehe... Oke deh..." - H.S. (and he even answered my question in the next paragraph!)
"hi gadis banjar yang ngangenin... " - A.L. :)
"maaf atas keterlambatanku untunk membalas. oke pertanyaan2 yang tetap menarik. karena entah mengapa kalau saya banyak dengar jawaban2nya mentah. aku coba jawab ya.." - T.B., sutradara kece yang ceritanya selalu out of the box. He did spare his time to reply my e-mail in the middle of an event. :')
"Ninda  yang  baik  hati  dan  tidak  sombong,  terima  kasih  atas emailnya.  Saya  coba  jawab semampunya, ya." - A.S., kontributor salah satu website kritik film di Indonesia.
"Semangat ngerjain essaynya ya.. Kecup hangat dari Gresik. :*" - A.M. :3
Seketika saya, yang nyaris putus asa, merasa terobati membaca pengantar-pengantar surat itu. Subyek surel yang saya kirimkan pada mereka memang sedikit meminta, mengharap, dan hangat, "Tanya yang Mengharap Jawab". Namun, tak menyangka mereka mau meluangkan waktu untuk memberikan kabar dan informasi pada saya.

Ini bukan apa-apa. Ini hanyalah bentuk kebahagiaan saya (lagi) bertemu dengan orang-orang baru. Bahagia yang tak terbendung saat pertemuan-pertemuan itu bisa berbuah persahabatan, persaudaraan, dan kedekatan yang mengobati segala luka dan sepi. Saya menghormati dan menghargai mereka atas karya dan kapabilitas yang mereka hasilkan. Semoga saya juga menjadi berarti bagi mereka.

Yogyakarta, di tengah badai esai dan ujian yang datang bertubi-tubi, dan kerinduan akan Banjarnegara dan Solo.